Selasa, 09 Oktober 2012

Transmisi Budaya dan Biologis serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan



NAMA            : FIONA CHANDRADEWI
KELAS            : 3PA01
NPM               : 12510789

Transmisi Budaya dan Biologis serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan

Mengenai kebudayaan sebenarnya sudah kita pelajari sejak masih di dalam kandungan. Setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing dan ketika berkumpul di satu pulau dan negara, mereka membawa kebudayaannya masing-masing. Di samping itu, ada juga kebudayaan yang berasal dari luar. Dan dari itu, kita dapat mempelajari dan memahami berbagai macam  kebudayaan melalui transmisi budaya. Beberapa bentuk transmisi budaya, antara lain :

1.      Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Berikut merupakan proses sosialisasi menurut beberapa tokoh :
a.   George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

b. Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

- Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.

Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena  sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.

- Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.

Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.

- Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.

Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

2.      Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari insttitusi keluarga terutama tokoh ibu. Individu berkembang dengan ketertarikan terhadap objek lain selain dirinya. Dengan pemahaman situasi yang ditanamkan orang-orang dewasa disekitarnya menurut kebudayaanya tempat individu tersebut tumbuh dewasa berkembangnya orientasi yang bersifat lebih bersifat ruang, waktu, dan normatif. Menurut Ruth Benedict suatu kepribadian dianggap bersifat normal apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangkan tipe kepribadian yang sama jika sesuai dengan tipe kepribadian dominan akan dianggap abnormal. Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Kita mempelajari budaya, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan dengan gen. Orang tua, teman-teman, lembaga sekolah, dan pemerintahan adalah guru utama di bidang kultur. Agar budaya terus berkembang, proses adaptasi perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah budaya itu dinamis dan merupakan hasil proses belajar. sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam masyarakat itu dinamakan Enkulturasi dan enkulturasi terjadi melalui mereka yang menyebabkan budaya masyarakat tertentu bergerak dinamis mengikuti perkembangan jaman.
3.           Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur diperbaiki dan dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur yang lain. Sebagai contoh, apabila ada sekelompok imigran yang kemudiam menetap di Amerika Serikat (kultur tan rumah), maka kultur mereka sendiri akan dipngaruhi oleh kultur Tuan rumah ini. Lama kelamaan, nilai, dan cara berperilaku serta kepercayaan dari kultur tuan rumah ini akan menjadi bagian dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah. Sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal hal baru dalam masyarakat sulit mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi untuk disebut sebagai akulturasi. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal hal baru dalam masyarakat sulit mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi untuk disebut sebagai akulturasi.

Perkembangan budaya sangat mempengaruhi terhadap pola asuh serta perkembangan anak. Pola pengasuhan anak dapat dipengaruhi oleh budaya yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar. Kebudayaan yang berasal dari dalam sebagai contohnya orangtua yang berasal dari  Jawa akan mendidik anaknya dengan penuh kelembutan, sopan santun, cara bicaranya tidak keras dan penuh dengan hormat. Seiring berjalannya waktu, banyak kebudayaan luar (barat) yang masuk ke negara Indonesia telah membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Budaya kita sebagai orang timur dengan budaya barat sangatlah berbeda. Begitu juga dengan pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anaknya. Orang timur menerapkan pola asuh dengan penuh kasih sayang, mengajarkan anaknya untuk hormat kepada siapapun, mengajarkan cara berpakaian yang baik dan sopan, serta cara berbicara. Orangtua mengajarkan semua kepada anaknya agar anaknya tahu apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.boleh dilakukan. Sedangkan orang barat menerapkan pola asuh yang sangat berbeda, misalkan lebih mengutamakan diri sendiri atau lebih bersifat individualis dan juga memiliki kebebasan tapi tidak disertai dengan tanggung jawab. Ketika orang timur menikah  dengan orang barat itu berarti mereka membawa kebudayaannya masing-masing. Mereka harus menerapkan pola asuh yang benar agar perilaku anaknya sesuai dengan apa yang diharapkan dan itu harus dimulai melalui orangtua. Ketika mereka menerapkan budaya barat saja tanpa mengkombinasikan dengan budaya timur, si anak akan berperilaku sebagai orang barat tanpa tahu bagaimana kebudayaan timur itu. Maka dari itu, sekarang banyak anak-anak ataupun para remaja yang berperilaku  tidak sesuai dengan pola asuh yang sudah diterapkan sehingga nantinya membentuk suatu kepribadian. Hal itu terjadi karena besarnya pengaruh dari luar, seperti perempuan yang lebih banyak berpakaian rok mini, perempuan merokok, bertatoo, pria memakai anting. Hal yang seperti itu masih belum dapat diterima oleh budaya timur. Yang terpenting adalah bagaimana orangtua dapat menerapkan pola asuh yang baik sehingga anaknya menjadi pribadi yang baik pula.

Sumber :
http://id.shvoong.com/law-and-politics/family-law/2245698-enkulturasi-dan-akulturasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi

Senin, 08 Oktober 2012

TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA



NAMA : FIONA CHANDRADEWI
KELAS : 3PA01
NPM : 12510789
 
Pengertian dan Tujuan dari Psikologi Lintas Budaya Serta Menjelaskan Hubungan Antara Psikologi Lintas Budaya Dengan Disiplin Ilmu Yang Lain
 
Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Psikologi Lintas Budaya merupakan cabang ilmu psikologi yang mempelajari mengenai berbagai macam kebudayaan dari masing-masing suku bangsa serta kelompok etnis.
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga : psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Menurut Brislin, Lonner dan Thorndike : psikologi lintas budaya adalah kajian empiris mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku. Psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematis mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya berbeda yang dipengaruhi budaya yang bersangkutan.
Tujuan Psikologi Lintas Budaya
Dapat mengetahui persamaan dan perbedaan masing-masing kebudayaan dari berbagai macam etnik dan asalnya. 
Ruang Lingkup Psikologi Lintas Budaya
Mempelajari peran budaya terhadap perilaku, pikiran dan juga emosi 
Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lainnya
A. Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi
Dalam ilmu sosiologi ada istilah akulturasi, akulturasi merupakan proses dimana suatu kelompok manusia suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-laun diterima dan dapat diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Kaitannya dengan psikologi lintas budaya yaitu bagaimana kelompok manusia  yang dihadapkan oleh kebudayaan lain yang dapat mengendalikan budaya asing  yang masuk sehingga budayanya sendiri tidak akan hilang. Unsur-unsur budaya asing yang diterima, tentunya terlebih dahulu mengalami proses pengolahan, sehingga bentuknya tidak asli lagi seperti semula. Misalnya sistem pendidikan di Indonesia untuk sebagian besar diambil dari unsur-unsur barat, akan tetapi sudah disesuaikan serta diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan kebudayaan sendiri.
B. Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian
Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis sebagaimana digambarkan oleh bagan di bawah ini: Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas budaya dan kepribadian adalah perbedaan diantara keberagaman budaya dalam memberi definisi kepribadian. Dalam literature-literatur Amerika umumnya kepribadian dipertimbangkan sebagai perilaku, kognitif dan predisposisi yang relatif abadi. Definisi lain menyatakan bahwa kepribadian adalah serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency). Semua definisi di atas menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas dan konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Definisi tersebut diyakini dalam tradisi panjang oleh para psikolog Amerika dan Eropa yang sudah barang tentu mempengaruhi kerja ataupun penelitian mereka. Semua teori mulai dari psikoanalisa Freud, behavioral approach Skinner, hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku konsistan dan konsep-konsep mereka berlaku universal. Dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.
Perbedaan Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu yang lain
A.  Psikologi Lintas Budaya dengan Antropologi
Psikologi Lintas Budaya dan Antropologi sebenarnya adalah ilmu yang sama-sama mempelajari mengenai suatu kebudayaan. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial  yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lebih kompleks serta mempelajari kebudayaan secara detail yang mencakup 7 unsur menurut Koentjaraningrat, yaitu : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang nantinya akan membentuk budaya secara keseluruhan.
B. Psikologi Lintas Budaya dengan Psikologi Indigenous
Psikologi Indigenous memiliki sifat yang dinamis. Sifat dinamis berarti akan terus bergerak seiring dengan peradaban serta perubahan-perubahan dari jaman ke jaman dan juga kultur manusia yang ada didalamnya. Indigenous itu sendiri menitikberatkan kepada tingkah laku asli dari masyarakat Indonesia maupun masyarakat yang berasal dari luar tetapi menetap di Indonesia. Jadi arti dari psikologi indigenous adalah proses percampuran dari psikologi setempat dengan psikologi luar. Dan hubungannya dengan psikologi lintas budaya adalah untuk mengetahui tentang adat istiadat serta menambah ragam budaya yang ada di Indonesia.
C. Psikologi Lintas Budaya dengan Psikologi Budaya
Menurut Berry dan Dassen (1974) disebut "tujuan membawa dan menguji". Jadi intinya bahwa psikolog berusaha membawa hipostesis dan temuan mereka ke lingkungan budaya lain untuk menguji daya terapannya dalam kelompok manusia lain. Selain  itu tujuannya adalah menjelajahi budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dijumpai dalam pengalaman budaya seseorang yang memang terbatas. Jadi inti dari tujuan psikologi lintas budaya adalah mencari perbedaan serta persamaan fungsi secara psikologis dalam berbagai budaya.
Artikel
Perbedaan setiap manusia itu adalah nyata. Mulai dari gaya bicara, mode pakaian, latar belakang,dll. Dalam psikologi itu dinamakan individual differences. Apalagi di Indonesia ini yang memiliki agama, budaya, suku, ras, keadaan social yang berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan kegiatan industri atau organisasi, maka menyatukan visi misi dan tujuan organisasi itu sendiri yang harus diutamakan. Menyatukan pemahaman dan pandangan, bekerja sama dan berkarya dari latar belakang yang berbeda, hal inilah yang harus dilakukan oleh para pemimpin untuk bisa menyatukan kepahaman agar tujuan dari organisas itu tercapai. Misalkan, dalam suatu organisasi ada orang Padang dan ada orang Jogja. Orang Padang terkenal dengan semangat kerjanya yang tinggi, tak mudah menyerah sementara itu orang Jogja terkenal dengan kerjanya yang lambat dan terkesan menunda-nunda. Itu perusahaan lintas budaya tetapi masih dalam satu negara. Perusahaan lintas budaya dengan perbedaan budaya antar negara lebih kompleks. Ini biasa terjadi dalam perusahaan yang sudah mengglobal. Pertanyaannya adalah apakah para karyawan yang berasal dari budaya yang berbeda-beda mulai dari suku, ras, etnis, bahkan antar negara bisa bekerja sama membangun perusahaan yang ditempati? Ataukah justru mereka bisa menjadi bumerang bagi perusahaan yang mereka tempati sendiri?
Sumber :